Sebagai pengajar teologi, saya ingin membantu mahasiswa/i
untuk membangun pemikiran kritis teologianya.
Berikut ini beberapa tips untuk membaca buku-buku teologia.
- Ketika anda membaca buku teologi, jangan terburu-buru mengangguk-anggukkan kepala. Lebih baik gelengkan kepala, sebagai tanda bahwa anda belum tentu setuju dengan penulis.
- Jangan terlalu mudah “mencap” ini adalah gaya penulis tertentu. Penulis-penulis seperti Anselmus, Calvin atau Tillich mengubah-ubah style penulisannya yang ditujukan kepada audience dan konteks yang berbeda.
- Cobalah untuk melihat hutan dan bukan sekedar melihat pohon. Lihat secara keseluruhan dan bukan per bagian (lokalitas) saja.
- Sebuah gambar
bernilai 1000 kata. Sebagian orang akan
beruntung dengan mendapatkan sebuah peta konsep.
- Setelah membaca, taruhlah buku, coba simpulkan argumen utama dari buku tersebut dengan kata-kata anda sendiri. Jika anda belum bisa menyimpulkan, itu berarti anda belum menangkap inti buku tersebut. Bacalah sekali lagi.
Siapkan debat/diskusi dengan teman atau pikiran anda sendiri. Untuk membantu pemahaman dan mempertajam analisa.
- Jika anda belum mengerti, beristirahatlah sejenak. Mungkin pikiran anda sedang penuh. Sapalah temanmu di Facebook, nge-tweet dan minumlah kopi.
- Tertawalah kencang-kencang. Ini strateginya Mary Daly (teolog feminis) agar bisa tetap survive di sekolah Alkitab.
- Buatlah indeks buku tersebut secara pribadi. Buku yang kita baca biasanya sudah ada indeksnya, namun tidak sesuai yang diperlukan. Tulislah konsep-konsep atau ide-ide penting dari buku tersebut dan tuliskan juga halamannya agar mudah ditemukan.
- Belilah buku. Ini bukan untuk memperkaya penerbit. Memiliki buku berarti anda bisa menggarisbawahi, membuat catatan kecil dan memberi warna pada statement penting.
- Rentangkan ide-ide selebar-lebarnya. Ini tips dari Gayatri Spivak, yang membuat dia menjadi teolog feminis, penganut Marxis dan Poststrukturalis pada saat yang sama.
- Rancang sebuah peta perjalanan yang berbeda. Menelusuri jejak pemikiran dari penulis dan coba buat plot yang berbeda (antithesis)
- Imajinasikan bahwa anda bisa bertemu dengan sang penulis. Apa yang anda akan katakan kepada penulis? Apa yang anda tanyakan kepadanya?
- Setelah membaca, taruhlah buku, coba simpulkan argumen utama dari buku tersebut dengan kata-kata anda sendiri. Jika anda belum bisa menyimpulkan, itu berarti anda belum menangkap inti buku tersebut. Bacalah sekali lagi.
Siapkan debat/diskusi dengan teman atau pikiran anda sendiri. Untuk membantu pemahaman dan mempertajam analisa.
- Jika anda belum mengerti, beristirahatlah sejenak. Mungkin pikiran anda sedang penuh. Sapalah temanmu di Facebook, nge-tweet dan minumlah kopi.
- Tertawalah kencang-kencang. Ini strateginya Mary Daly (teolog feminis) agar bisa tetap survive di sekolah Alkitab.
- Buatlah indeks buku tersebut secara pribadi. Buku yang kita baca biasanya sudah ada indeksnya, namun tidak sesuai yang diperlukan. Tulislah konsep-konsep atau ide-ide penting dari buku tersebut dan tuliskan juga halamannya agar mudah ditemukan.
- Belilah buku. Ini bukan untuk memperkaya penerbit. Memiliki buku berarti anda bisa menggarisbawahi, membuat catatan kecil dan memberi warna pada statement penting.
- Rentangkan ide-ide selebar-lebarnya. Ini tips dari Gayatri Spivak, yang membuat dia menjadi teolog feminis, penganut Marxis dan Poststrukturalis pada saat yang sama.
- Rancang sebuah peta perjalanan yang berbeda. Menelusuri jejak pemikiran dari penulis dan coba buat plot yang berbeda (antithesis)
- Imajinasikan bahwa anda bisa bertemu dengan sang penulis. Apa yang anda akan katakan kepada penulis? Apa yang anda tanyakan kepadanya?
(sumber: Kwok Pui Lan blog)